Ayam Suwuk.
“Ayamku, Si Jalu pasti menang kali ini, Kang” Ucap Darno sembari mengusap-usap jengger jago bangkoknya.
“Hmm... Aku sih mending njago ayamnya Cak Aji, la wong dia belinya dari Bangkok, Thailand, ASSHHLII!” Kanda mecucu memantapkan kata “Asli”.
Setiap hari Minggu, lapangan sebelah Pasar Wage memang selalu ramai dengan acara sabung ayamnya. Namun 3 Minggu ini seakan ada yang berbeda, tak seperti minggu-minggu yang lalu.
“Itu siapa, Kang? Kok 3 minggu ini kulihat ada wajah baru.” Jemari Darno menunjuk seorang Pemuda sarungan dengan kaos oblong haji yang duduk tak jauh dari arena.
“Ooh, itu itu sih Kang Muso...” Kandar berhenti sebentar untuk menyesap tembakau bakarnya, “Memang sudah kali ketiga ini dia kesini.Bawa ayam jago putih, tapi gak pernah masuk arena.”
“Muso?” Darno memicingkan mata.
“Mushoffa Ahmad, ito loh, anaknya Almarhum Mbah Haji Mad.” Kandar mengimbuhi.
“Oowh... Aku taunya Ofa-nya Mbah Mad” Darno menatap langit, mengenang masa kecil Pemuda itu.
“Iyyo.”
Tiba-tiba, Pemuda yang mereka rasani itu terlihat mengangkat telepon. Lalu pergi begitu saja meninggalkan Si Jago Putih.
Demi melihat Si Jago Putih yang ditinggalkan sendirian oleh empunya, Darno kepikiran sebuah ide yang segera disambut dengan semangat oleh Kandar.
Kemudian, keduanya segera menuju pinggir lapangan, mencari arena yang sedang nganggur, tak lupa Si Putih juga dibawa, berikut kandangnya.
-----
Battle Begin. Jalu memulai serangan. Si Putih langsung menghindar tak kalah cepat, lalu menyerang Jalu secepat kilat.
TAK SERU. Kira-kira itulah 2 kata yang dapat menjelaskan Battle kecil-kecilan ini. Si Putih terlalu cepat memenangkan pertarungan kali ini. Jalu? Ayam itu terkulai tak berdaya.
Kemenangan Si Putih terkesan aneh dan tak wajar. Bagaimana mungkin Ayam Ras petarung Bangkok bisa kalah melawam Ras Jawa lokalam?
Pikiran Darno & Kandar segera melayang, terbayang saat masa kolonial. Yang mana saat itu Bambu Runcing menang melawan senjata api milik Londo. Uniknya, Keduanya lalu berucap sebuah kata secara bersamaan “SUWUK!!” Benar, mereka berdua berpikir bahwa Ayam Putih ini pasti sudah disuwuk.
Untuk memantapkan klaim ini, keduanya bersepakat untuk menguji Si Putih lagi. Walhasil, Lapangan Pasar Wage yang awalnya hanya acara sabung ayam biasa, kini berubah menjadi wahana ujian bagi Si Jago Putih yang tuannya entah sedang pergi kemana. Tak kurang dari 13 ayam jadi korban keberingasan Si Jago Putih milik Kang Muso, lokalan jawa أَصْلِيٌ
Bahkan, Jago Bangkoknya Cak Aji yang dijuluki “The Final Boss” pun terlihat lesu terkulai setelah melawan Si Jago Putih.
Segera setelah acara sabung ayam itu selesai, Darno & Kandar lekas meluncur ke rumah Kang Muso, Sekalian mengembalikan Si Jago Putih, Jagoan barunya Pasar Wage.
“Assalamu’alaikum...” Darno & Kandar mengetuk pintu, lalu ber-uluk salam kepada Shohibul Bayt.
“Wa’alaikumus Salaam...” Muso membuka pintu, “Oalaa, Mas Darno dan Kang Kandar. Monggo-monggo masuk” Perhatian Muso lalu beralih ke Ayamnya yang dibawa Kandar, “Looh, ini Ayam kulo, makasih sudah dibawakan.”
“Injih, Mas Ofa, ini saya dan Kandar kesini memang mau mengembalikan ayam jenengan... Eehm... Sekalian, anu...” Darno seakan ragu untuk melanjutkan.
“Anu apa? Gapapa, matur mawon, gausah sungkan.” Muso menenangkan Darno.
“Kami minta ayam kami agar bisa sampeyan suwuk, supaya jadi menangan kalo tanding, persis seperti ayam jenengan.”
Mendengar ini, Muso seakan sudah bisa menebak apa yang terjadi dengan ayamnya saat ditinggal sendirian di pasar tadi pagi. Ia Lalu tertawa kecil. Kemudian, “Boleh, Kang. Besok pas Kamis malam Jum’at, Sampeyan berdua kesini lagi. Ayamnya juga dibawa, ya” Sahut Muso tak bertele-tele.
“Siap, Mas. Kalo gitu kami pamit dulu. Masih ada gawean soalnya. Assalamu’alaikum.” Darno pamit, menjabat tangan Muso, disusul Kandar.
-----
4 Hari kemudian, Kamis Malam Jum’at.
Darno & Kandar kembali sowan ke rumah Muso. Setelah ngobrol ngalor-ngidul, Muso mulai fokus ke topik utama malam ini, yakni suwuk-menyuwuk.
Muso segera mengarahkan Darno & Kandar untuk duduk melingkar, kemudian meletakka ayam mereka berdua ditengah.
“Monggo kita mulai, Mas Darno, Kang Kandar” Muso memulai,”Ikuti ucapan saya, dan jangan berhenti sebelum saya berhenti, صَلَّى اللهُ عَلَى مُحَمَّد” Muso memimpin bacaan Sholawat, lalu diikuti oleh Darno & Kandar. Mereka mengulang bacaan itu hingga 1000X hitungan tasbih. Setelah selesai, mereka bertiga pun njagong ngalor-ngidul sampai Darno & Kandar izin pamit karena sudah ngantuk, dan memang waktunya tepat jam 12 tengah malam.
-----
3 Hari kemudian, Hari Minggu.
Si Rambo, ayam jago milik Kandar sukses mengalahkan Si Jalu di Babak Final. Mungkin dikarenakan Darno sendiri agak ngantuk dan kurang khusyu’ saat pembacaan “Shalawat Suwuk” kalo kata mereka, 3 hari lalu. Kandar yang terlalu bahagia itu keceplosan saat ditanya tentang resep kemenangannya. Tak ayal, Maljum berikutnya, member sabung ayam Pasar Wage berbondong-bondong menyerbu Rumah Muso untuk minta ayam mereka disuwuk. Semuanya diterima dan disambut Muso selayaknya tamu. Ayam-ayam mereka semua juga dibacakan Shalawat Suwuk, persis seperti ayam milik Kandar & Darno sebelumnya.
Karena sekarang semua ayam suda kebagian jatah suwuk. Hasil pertandingan pun kembali seperti semula, mengandalkan jenis ayam & skill masing-masing. Bedanya, kegiatan Malam Jum’at itu tetap berjalan rutin.
Setiap seminggu sekali para member sabung ayam selalu hadir, takut ayamnya kalah kalau sekali saja absen, begitu kata mereka.
-----
3 Bulan kemudian.
Kini semakin banyak jama’ah yang mengikuti rutinan Sholawat di Rumah Muso, namun, sekarang tak ada lagi yang membawa ayam untuk di-suwuk-kan. Mereka yang sejak awal mengikuti rutinan ini, merasakan perubahan yang signifikan di kehidupan masing-masing. Sejak sebulan lalu, ada yang istrinya tidak begitu galak lagi, ada yang naik pangkat & gajinya, ada yang berhasil memiliki anak laki-laki, dan ada juga yang sekedar senang, hatinya tentram, adem katanya. Lapangan sebelah Pasar Wage terlihat sepi di hari Minggu, tak seperti dulu.
Setahun kemudian, Para Jama’ah rutinan yang kian banyak itu merasa bosan jika hanya baca sholawat saja, mereka memberikan usulan kepada Muso~yang kini dipanggil Yai Muso~ untuk menambah kegiatan rutinan ini dengan mengaji kitab kuning, biar kayak majelis rutinan lain kata mereka.
Yai Muso pun setuju untuk mengkaji Kitab Tafsir Al-Ibriz karya K.H Bisri Musthofa, Leteh Rembang.
Dan Kabarnya, Rutinan Sholawat & Ngaji Tafsir ini masih berlanjut hingga hari ini.
Syahdan Garba, *8 Muharram 1447 H./ 4 Juli 2025 M.
(Direkonstruksi dari Kisah Nyata Seorang Tokoh dari Kota Jepara, yang diceritakan oleh Guru Penulis. Beliau, Yai Ahid Hammada, Pengasuh Gladag Paseban Tombo Ati, Poonpes Maslakul Anwar, Karanganyar, Mggoleyo, Tlogoharum, Wedarijaksa, Pati.)